Senin, 19 Juli 2010

Jalan Kupu-Kupu Helvy Tiana Rosa


Esai Hafi Zha















bunda,
engkaulah yang menuntunku

ke jalan kupu-kupu


Demikian bait puisi Abdurrahman Faiz, putra sulung Helvy Tiana Rosa (HTR). Chamamah-Soeratno mengatakan dalam Sangidu[1] bahwa manusia sebagai homo significans, dengan karyanya akan memberi makna pada dunia nyata atas dasar pengetahuannya. Pemberian makna dilakukan dengan cara mereka dan hasil karyanya berupa tanda.

Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dipandang sebagai sarana komunikasi antara pembaca dengan pengarangnya. Karya sastra bukan merupakan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (Teeuw, 1984: 43). Melalui “Jalan Bunda” Faiz seolah ingin memasang tanda sebagai alat komunikasi dengan pembaca mengenai sosok bunda, yang dalam puisi tersebut dikatakann telah menuntun Faiz ke jalan kupu-kupu. Sehingga penafsiran terhadap karya ini akan mungkin mengantarkan kita pada pengungkapan sosok HTR yang menjadi subjek dalam puisi Faiz tersebut.

Menurut teori Pierce setiap tanda tentu memiliki dua tataran, yaitu tataran kebahasaan dan tataran mitis. Tataran kebahasaan disebut sebagai penanda primer yang penuh, yaitu tanda yang telah penuh dikarenakan telah mantap acuan maknanya[2] karena Penanda, Petanda, dan Tanda dalam tataran ini masuk wilayah denotatif yang mengacu pada makna leksikal atau makna dalam kamus. Tanda pada tataran kebahasaan itu berubah menjadi Penanda dalam tataran mitis[3]. Atau, dengan kata lain, penanda-penanda pada wilayah konotatif dibentuk dari tanda-tanda yang ada di wilayah denotatifnya[4]. Sehingga tiada termungkinkan bagi pembaca menafsirkan Petanda pada tataran mitis yang masuk wilayah konotatif, tanpa mengacu pada makna leksikalnya.

Kata bunda dalam larik pertama puisi ini tentu mengacu pada ibu dari Faiz, yaitu HTR. Begitu juga kata engkaulah dalam larik kedua merupakan pronomina dari kata bunda dalam larik pertama. Sedangkan makna leksikal dari kata menuntun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1227) memiliki arti: menunjuk (mengarahkan) ke jalan yg benar. Jalan yang oleh Faiz disebut sebagai jalan kupu-kupu.

Dalam KBBI (2005: 452) lema jalan memiliki pengertian: cara (akal, syarat, ikhtiar, dsb) untuk melakukan (mengerjakan, mencapai, mencari) sesuatu. Sedangkan lema kupu-kupu dalam KBBI (2005: 615—616) ada dua: (1) kupu-kupu yang berarti serangga bersayap lebar, umumnya berwarna cerah, berasal dari kepompong ulat, bisa terbang, biasanya sering hinggap di bunga untuk menghisap madu; (2) kupu-kupu yang bermakna pohon yang kayunya kuat dan halus, biasanya dibuat hulu keris.

Apabila kita merujuk pada lema kupu-kupu yang pertama, maka jalan kupu-kupu dalam larik ketiga puisi Faiz bisa bermakna cara mencapai mimpi, cita-cita, atau harapan. Atau dapat juga dimaknai sebagai cara yang dilakukan untuk memetamorfosa aku lirik yang dalam puisi ini merujuk pada pengarangnya, dari no body menjadi some body. Namun, jika kita memilih lema kupu-kupu yang kedua, maknanya adalah cara yang dilakukan untuk menjadikan aku lirik sebagai pohon yang kuat.

HTR selain dikenal sebagai sastrawan dan lektor susastra di Universitas Negeri Jakarta, ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri organisasi pengaderan penulis terbesar di seluruh dunia, yaitu Forum Lingkar Pena, yang oleh Taufiq Ismail dikatakan sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Sedangkan Abdurrahman Faiz, sempat tercatat dalam rekor Muri sebagai penyair tercilik yang menerbitkan buku pada usia 8 tahun.

Dengan demikian tak salah jika kita memaknai puisi “Jalan Bunda” ini sebagai sebuah usaha HTR dalam mengarahkan Faiz untuk meraih cita-citanya agar ia tumbuh menjadi some body yang seperti pohon kupu-kupu melalui dunia literasi.

Hurlock (1993: 202) mengatakan, “Sikap orang tua tidak hanya mempunyai pengaruh yang kuat pada hubungan di dalam keluarga tetapi juga pada sikap dan perilaku anak. Kebanyakan orang yang berhasil setelah dewasa berasal dari keluarga dengan orang tua yang bersikap positif dan hubungan antara mereka dan orang tua sehat.”

“Jalan Bunda” yang telah dirintis oleh HTR terbukti telah menghasilkan generasi sehebat Abdurrahman Faiz. Lalu bagaimana dengan kita?



Kapuasdua, 15 April 2010



Daftar Pustaka

Hurlock, Elizabeth B.1993. Pekembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Santosa, Drs. Puji. 1990. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa
Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Sangidu. Ikan Tunggal Bernama Fadhil karya Syaikh Hanzah Fansuri: Analisis Semiotik. Humaniora volume XV, No. 2/2003

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kata Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha