Rabu, 16 Mei 2012

Lollypop Mom


Bulan ini usia Tebing 2 tahun 8 bulan, dan Rayya hari ini tepat memasuki 10 bulan usianya. Kehadiran mereka berdua sangat mewarnai hidup saya. Mengurus dua balita memang butuh tenaga dan perhatian super ekstra. Apalagi kalau keduanya “rewel” berbarengan. Mungkin kalau ada kakek neneknya, saudara, atau ada orang yang bantu di rumah, kita tak terlalu repot. Yang satu bisa dialihkan dulu perhatiannya, sehingga yang satu bisa kita atasi dulu. Tapi akan sangat lain jika mengurus keduanya sendiri. Menjadi cerita tersendiri dengan berbagai sensasinya.

Di awal kelahiran Rayya, Tebing sudah mengerti akan kehadiran adik bayinya. Walaupun Tebing belum lancar bicara saat itu, tapi ia menunjukkan kepahamannya. Saat tetangga hendak menggendong Rayya, Tebing menangis. Seolah ia ingin menunjukkan ketidakmauannya adiknya dibawa orang lain. Ketika Rayya dikembalikan ke pangkuan saya, Tebing berhenti menangis. Ini merupakan salah satu wujud sikap posesif balita. Dan ini normal terjadi.

Di masa ini saya tak mengalami kerepotan yang berarti. Semuanya berjalan lancar. Agar tak ada kesenjangan, saya melibatkan Tebing dalam mengurus Rayya. Hal ini juga akan membuat Tebing merasa punya peran di hari-hari merawat adiknya. Saya berharap ini akan membuat ikatan kasih sayang kakak adik di antara mereka lebih kuat. Tebing bisa dimintai tolong mengambilkan popok dan celana adiknya ketika Rayya mengompol. Sengaja saya menyiapkan segala perlengkapan baju, popok, dan celana di luar. Di tempat yang bisa dijangkau Tebing. Saya masih ingat sekali ekspresi Tebing ketika berhasil mengambilkan popok adiknya. Ia tersenyum dan matanya berbinar. Saya bahagia sekali menyaksikannya. Tak lupa pujian dan terima kasih untuk sang kakak.

Bayi usia 0 bulan sampai 4 bulan memang banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Hal ini sangat membantu saya. Saya bisa memberikan perhatian kepada Tebing. Menemani dia bermain dengan “khusyuk”. Terkadang di dalam hati saya tersirat kesedihan. Sedih karena ia kini harus berbagi dengan adiknya. Saya tak ingin larut dalam kesedihan itu. Saya selalu berkata kepada diri saya sendiri, “Bunda akan membayar semua waktu yang seharusnya kau miliki sendiri, Nak.”

Memasuki usia delapan bulan, Rayya sangat mengerti akan keberadaan bundanya. Rayya akan sangat kehilangan jika saya tak berada di sampingnya. Ditinggal ke dapur atau ke kamar mandi, ia akan menangis. Menyusul dan berdiri menunggu di pagar pintu. Padahal mainan sudah saya sediakan untuk mengalihkan perhatiannya. Mulailah kondisi ini yang terkadang membuat saya kerepotan.

Saya akan merasa sangat terbantu jika suami berada di rumah. Rayya bisa ikut dulu dengan ayahnya, sementara saya memegang Tebing atau berbenah. Tapi jika tak ada ayahnya dalam kondisi seperti ini, sungguh membuat saya menikmati kewalahan.

Sekarang, Tebing sedang menikmati masa bermainnya. Ia mulai gemar bermain di luar rumah. Mulai berteman. Begitu juga dengan adiknya. Rayya sedang giat-giatnya belajar berjalan. Ia juga sama hebohnya jika sedang bermain dengan kakaknya. Keduanya sama aktifnya.

Memang rasa kantuk datang tak bisa distel berbarengan. Jika Tebing yang mengantuk dan ingin tidur, bagi saya hal yang mudah. Kadang ia akan tertidur sendiri tanpa minta minum susu botol. Atau ia akan tertidur sambil menonton video kesukaannya. Lain halnya jika Rayya yang mengantuk dan ingin tidur. Sedang Tebing belum mengantuk. Rayya akan kembali terbangun dan tertawa kegirangan kalau mendengar suara kakaknya. Rayya merasa diajak bercanda oleh kakaknya. Dan kadang Tebing juga sengaja mendekati adiknya yang sedang saya kelonin. Hal itu akan terjadi berulang kali, sampai keduanya kelelahan dan tertidur. Terkadang bundanya juga kelelahan, dan tidur “ayam” lebih dulu.

Saat memberi makan pun kadang saya rapel. Sambil menyuapi Tebing, saya juga menyuapi diri sendiri dan Rayya. Saya pikir kalau saya tak memiliki tenaga maka saya tak bisa mengurus kakak adik ini dengan maksimal. Maka saya selalu sedia camilan yang bisa mengganjal perut di rumah. Saya berusaha menciptakan rutinitas untuk mereka berdua. Jika sudah makan pagi, maka waktu mereka bermain di luar. Mengajak mereka bermain di TK dekat rumah atau sekedar berjalan-jalan. Siang hari waktunya mereka beristirahat. Dan sore hari bisa kembali bermain di halaman rumah.

Memang ada saat-saat mereka “rewel”, tapi sangat banyak keceriaan, kelucuan, dan kepolosan balita yang mereka berikan. Semua itu membuat hari-hari saya berwarna-warni. Saya ingin mulai menuangkannya ke dalam tulisan. Sehingga kelak mereka bisa membacanya sendiri tentang perjalanan hidup mereka. Emosi saya juga tersalurkan pada tempatnya. Dan bisa membuat saya mendapat energi positif untuk mulai beraksi kembali dengan Tebing dan Rayya ^______^

Bantarkemang, Mei 2012


Warna-warni Tebing Rayya


Tebing, Rayya, setiap putaran detik waktu bunda selalu belajar dari kalian. Tentang kesabaran, keikhlasan, kasih sayang dan cinta, juga dunia kalian. Dunia balita. Masing-masing dari kalian punya kekhasan. Semua itu bunda terima sebagai anugerah dari Allah. Salah satu kebesaran Allah Yang Mahapencipta.

Bunda tak pernah menyangka bisa memiliki kalian berdua. Dan semakin tak menyangka perjalanan kita bersama sudah sejauh ini. Kalian berdua tumbuh beriringan. Setiap hari memberikan kejutan-kejutan yang tak bisa dilupakan. Setiap peristiwa itu akan menjadi kenangan kita bersama. Dan mungkin bisa menguap jika tak ada yang mengikatnya. Sebuah tulisan dan foto sebagai pengingat itu semua, Nak. Ya, ayah dan bunda ingin agar kalian bisa melihat dan membacanya kelak. Setiap tawa, tangis, sakit, dan payah yang kita lewati bersama.

Tebing, sampai sejauh ini bunda masih takjub dengan kamu, Nak. Sepertinya baru kemarin bunda melahirkanmu. Sekarang kau sudah bisa berjalan tiada lelah. Berlari kecil mengejar kucing atau kupu-kupu. Mengoceh dengan bahasa planetmu. Berbicara yang terus diulang-ulang hingga terkadang serasa penuh telinga bunda mendengarnya. Belajar sholat. Bersenandung menirukan lagu nina bobo. Dan masih banyak lagi yang kau hadiahkan untuk bunda.Pelan tapi pasti semua kau kuasai.

Dan, kamu tahu, Tebing. Bunda seperti berkaca di dirimu. Ada beberapa sifat dan tingkah kita yang sama. Dulu waktu kamu belajar jalan, kamu tidak mau berdiri di jalan atau tanah tanpa sepatu. Hal itu berlanjut hingga kamu sudah bisa berjalan. Bagus memang menurut bunda. Tapi terkadang membuat bunda kerepotan. Pernah bunda terburu-buru keluar rumah dan kamu ingin ikut. Disuruh menunggu kamu tak mau. Disuruh pakai sandal sendiri kamu belum bisa cepat-cepat. Bunda suruh jalan tanpa sandal, juga tidak mau. Setelah itu, bunda sengaja mengajarkanmu berjalan tanpa sandal di halaman rumah.

“Oto … oto …,” jerit Tebing sambil menunjuk kakinya.

Bunda geleng-geleng kepala menyaksikan kamu yang panik. Ada lagi yang menyangkut soal kebersihan. Ketika sedang makan atau ngemil kamu berusaha untuk bersih. Jika ada yang tercecer di lantai, kamu akan memungutinya satu per satu. Lalu membuangnya ke tempat sampah. Kalu tidak dimasukkan lagi ke mulut. Kalau ada makanan yang tumpah atau terkena sedikit di baju, kamu lantas berkata, “Oto … oto …,” sambil menunjuk baju minta dibersihkan atau minta diganti.

Soal kerapian juga kamu nomor satu. Jika mengambil satu barang, kamu bisa mengembalikannya ke tempat semula. Misal, menaruh sandal dan merapikannya (tidak dibiarkan bertumpuk), merapikan mainan, memarkir mobil-mobilan kamu, menutup tempat sabun mandi, menaruh botol minum di atas meja.

Kalau mau tidur kamu akan menata bantal dan guling dengan rapi. Sebelumnya kamu akan mengambil botol minum yang akan dibawa untuk tidur. Kalau kosong kamu akan meminta untuk diisi terlebih dulu, “Abis … abis …,” terus diulang-ulang sampai bunda atau ayah mengisikannya. Setelah itu botol minum akan diletakkan di samping tempatmu tidur.

Jika dulu kamu masih belum berkeinginan dan menurut saja kepada ayah bunda, beda dengan sekarang ini. Tebing sudah mulai belajar mengekspresikan kemauannya, kesukaannya, ketidaksukaannya, kemarahannya, ketidaknyamanannya, dan sebagainya. Semua normal terjadi. Berarti ini salah satu tanda kemampuan emosinya berkembang. Dan ini menjadi tugas besar ayah bunda untuk membimbingmu. Apalagi di tengah-tengah keluarga kita ada adikmu, Tsurayya Al Hasna.

Ya, Rayya yang masih belum genap satu tahun menjadi teman mainmu, Tebing. Kamu tak terlalu kesepian lagi sekarang. Rayya sudah bisa diajak bermain kejar-kejaran, bermain bola, balapan. Kalau sudah kompak main, kalian akan sangat susah sekali diminta tidur. Yang satu sudah diam, yang satu akan terus menggoda mengajak bermain.

Namun, terkadang muncul keinginan Tebing yang tak ingin berbagi. Apa yang dipegang Rayya akan diambil. Akan aman jika Tebing mau dibujuk mengembalikannya, atau Rayya berhasil dibujuk dengan mainan lain. Tapi ada juga yang berujung salah satunya menangis atau bahkan dua-duanya.

Dan salah satu tingkah Tebing yang membuat saya tertawa sendiri adalah sok mengatur adiknya. Tebing akan mengganti mainan adiknya yang menurut dia aman. Dan Rayya akan bereaksi dengan menjerit sambil memandangi bunda seperti mengadu. Juga sering Tebing mengingatkan adiknya untuk duduk menonton video.

“Ayya … duduk … duduk,” ujarnya sambil menunjuk-nunjuk tempat di sebelahnya. Rayya memang tak puas menonton jika sambil duduk. Rayya akan berdiri di depan meja monitor sambil tertawa cekikikan.

Juga pernah Tebing menyuruh Rayya untuk tidur, “Ayya … bobo … bobo.” Padahal Tebing juga disuruh tidur. Benar-benar membuat bunda tertawa geli sendiri.

Masih banyak lagi cerita bunda tentang kalian. Dan bunda yakin akan selalu ada tingkah polah kalian yang baru nantinya. Semoga bunda bisa terus menuliskannya untuk kalian. Terima kasih, anak-anakku, kalian melengkapi hidup bunda. Alhamdulillah ya Allah untuk segala karunia-Mu kepada hamba dan suami hamba. Semoga bunda bisa menjaga, merawat, dan mendidik kalian dengan baik sebaik-baiknya.

Bantarkemang, Mei 2012


 

Rumah Kata Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha