Selasa, 14 Februari 2012

Dicari: H.B. Jassin untuk Forum Lingkar Pena


Esai Hafi Zha

Seandainya saja H.B. Jassin dihidupkan kembali, pasti dia akan memilih untuk mati lagi. Melihat begitu bertebarannya karya sastra baik di media cetak, maupun di media internet, H.B. Jassin pasti akan segera mengatakan “Kuburkan aku kembali.”

Teeuw pernah menyebut H.B. Jassin sebagai penjaga sastra Indonesia. Siapa yang berani meragukan sumbangsih sang Paus Sastra itu? Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin adalah warisan takterbantahkan bagi dunia sastra Indonesia. Siapa yang mampu menggantikannya saat ini?

Di masa sekarang perkembangan dunia tulis menulis sangatlah pesat. Sarana publikasi, baik media cetak maupun internet bisa dimanfaatkan untuk mempublikasi karya. Maka tidak heran jika banyak penulis-penulis baru lahir tanpa bisa dibendung. Mereka membawa berbagai macam cerita dengan bermacam aliran. Semuanya memberi warna dalam perjalanan dunia tulis menulis sastra kita.

Geliat para penulis ini pun diikuti dengan tumbuhnya komunitas-komunitas penulis. Menulis tak lagi sekadar mencurahkan isi hati dan pikiran atau memberikan hiburan. Akan tetapi lebih dari itu, mencoba mengusik pembacanya untuk bercermin diri. Merasakan dan menghayati. Sebuah perkumpulan menjadi sebuah wadah untuk berbagi ilmu, bertukar pikiran, dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan satu idealisme.

Forum Lingkar Pena (FLP) merupakan salah satu komunitas penulis yang terbesar di negeri ini. Memiliki banyak anggota yang tersebar di berbagai negara. FLP seperti oase di tengah gersangnya bacaan yang humanis dan agamis. Dalam hitungan waktu yang singkat, FLP mampu menelurkan banyak penulis. Karya-karya para penulisnya tersebar di berbagai media.

Namun, sangat disayangkan karena kelahiran penulis FLP tak diikuti dengan lahirnya seorang H.B. Jassin. Karya-karya yang ditelurkan menguap entah ke mana. Dengan kata lain, tak ada apresiasi atau kritik terhadap karya-karya tersebut. Padahal, jika saja sebuah karya dikupas tuntas, diapresiasi, ataupun dikritik, tentu akan sangat membantu penulisnya untuk berkembang. Dan secara tidak langsung akan mendorong penulis yang lain untuk berkarya lebih baik lagi. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang penulis bila karyanya diapresiasi oleh seorang ahli sastra.

Ketiadaan seorang yang mengambil peran sebagai kritikus dalam organisasi, membuat FLP berjalan di tempat. Tidak bisa disebut mengalami kemunduran. Tapi juga tidak bisa dibilang mengalami kemajuan. Anggotanya tetap ada, dan mungkin terus bertambah. Para penulisnya masih berkarya, walau kadang orang luar hanya mengetahui nama-nama penulis yang “itu-itu” lagi.

FLP bukan tidak memiliki orang-orang sekualitas H.B. Jassin. Helvy Tiana Rosa dan M. Irfan Hidayatullah hanyalah salahdua dari orang-orang itu. Selain sebagai dosen sastra, mereka juga tercatat sebagai kandidat doktor di perguruan tinggi negeri terkemuka. Andai saja keduanya mau mengambil peran yang dahulu dimainkan oleh H.B. Jassin, tentu saja FLP akan menjadi organisasi yang terkemuka. Dunia apresiasi di FLP akan hidup. Upaya itu memang sudah mulai dirintis oleh Wildan Nugraha dan diharapkan diikuti oleh para akademisi yang tentunya suara mereka dibutuhkan untuk mengadvokasi karya para anggota, seperti yang dulu pernah dilakukan H.B. Jassin terhadap karya-karya Chairil Anwar.

Dunia sastra saat ini memang berbeda dengan zaman H.B. Jassin. Oleh sebab itu, tugas kritik sastra yang dahulu banyak dimainkan Jassin, bisa mulai dilakukan di komunitas-komunitas. Selain itu, usaha pendokumentasian karya-karya anggota FLP perlu dilakukan sebagai upaya menegakkan benang merah sejarah. Seandainya upaya ini dilakukan dengan sangat serius, bukan takmungkin, gaung FLP tidak hanya terdengar di dalam negeri, tetapi juga di mancanegara. Saya percaya.

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

 

Rumah Kata Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha