Kamis, 12 Agustus 2010

Bau di Alas Sepatu


Catatan Hafi Zha

Di suatu sore yang indah, ramai oleh anak-anak muda yang bermain futsal. Ada juga yang sekedar jalan-jalan sore sembari menghirup udara sejuk tapi bekas siang. Ada juga yang nongkrong di pinggir lapangan, jadi penonton setia. Ternyata keindahan sore itu juga dinikmati oleh sekumpulan mahasiswa. Mereka berkumpul bukan sekedar kumpul nggak kumpul asal makan. Boro-boro ada makanan, uang saku saja sudah harus dihemat. Kebetulan sedang di ujung bulan. Tampak mahasiswa berkacamata yang suka membetulkan letak kacamatanya sedang bicara serius kepada kelima temannya.

“OK…koordinasi untuk kegiatan kita cukup sekian. Semoga bisa dijalankan dengan maksimal oleh teman-teman,” ucap Cakra, si pemiliki kacamata, dengan serius sambil membetulkan letak kacamatanya kembali.

“Alhamdulillah… akhirnya mulai bekerja sekarang,” kata Jingga dengan penuh kelegaan. Gadis berjilbab hijau itu lalu mengendorkan tubuhnya yang penat.

Kelima wajah, kecuali raut muka Cakra, tampak lega dan berbinar. Mereka menata semua peralatan tulis dan berlembar-lembar kertas di meja taman. Tiba-tiba di antara keenam mahasiswa itu, yang selama diskusi gelisah, angkat suara.

“Teman-teman, bau kotoran kucing tidak?” tanya Fajar, mahasiswa berambut keriting yang mengaku hobi naik gunung.

“Iya nih, sebenarnya dari tadi saya membauinya. Cuma saya tahan saja karena sungkan,” timpal Jingga yang sore itu berjilbab hijau.

“Sungkan dipelihara, jadinya ya seperti ini, baru ketahuan. Saya juga bau sih,” tambah Aura sambil menutup hidungnya dengan sapu tangan.

“Wah…semua jadi resah gara-gara bau kotoran kucing. Sumbernya baunya dari arah mana ya?” tanya Fajar sambil celingukan melihat kolong meja dan tempat sekitar mereka berkumpul.

“Bagaimana jika cek sepatu kita masing-masing,” ajak Fajar menawarkan solusi.

Akhirnya semua melihat ke sepatunya masing-masing. Semua tidak menemukan kotoran kucing di sana, kecuali Fajar. Hampir saja ia tertawa karena ternyata sepatunyalah yang terinjak kotoran kucing. Daripada malu ia pun kemudian tidak mengakui keberadaan kotoran kucing di sepatunya.

“Sudah deh… mungkin baunya dibawa angin, lalu sampai ke tempat kita. Lebih baik kita pulang saja,” ajak Fajar berusaha mengalihkan perhatian teman-temannya. Usul Fajar disambut positif oleh teman-temannya. Mereka pun pulang tepat adzan maghrib berkumandang.

***

Dari cuplikan kisah di atas, kita dapat memetik hikmah yang bisa menjadi renungan untuk perbaikan diri. Pertama, beranilah untuk mengakui kesalahan. Jangan seperti Fajar yang tahu bahwa dialah yang membawa kotoran kucing hingga membuat resah teman-temannya, tapi tidak mau mengakui. Ia malu untuk mengaku.

Kesalahan terbesar adalah tidak mengakui kesalahan, apalagi jika ia sudah mengetahui. Hal ini disebabkan karena kesombongannya juga karena malu. Padahal tidak susah untuk mengakui kesalahan, cukup dengan syarat berjiwa besar. Seseorang yang pengecut akan terus bersembunyi di balik kesalahannya dan selamanya ia akan terkurung di sana. Kedua, sesuatu yang kotor itu bau dan baunya akan mengikuti kemana pun kotoran itu melekat. Persis seperti kotoran kucing yang menempel di sepatu Fajar. Jika tidak dibersihkan, maka akan terus-menerus bau kemana pun Fajar pergi. Dosa dan maksiat adalah kekotoran bagi hati dan kekotoran itu membuat noda. Selama kekotoran itu tidak dihilangkan, selama itu pula nodanya tidak akan hilang. Cara membasuh kekotoran hati dan jiwa tersebut adalah membasuhnya dengan ampunan dan rahmat Ilahi.

Hikmah ketiga yang dapat menjadi pelajaran hidup adalah jauhi kebiasaan menuding orang lain dan mencari kesalahan di luar diri. Istilah kerennya adalah mencari kambing hitam. Jika saja Fajar mau langsung mencari akar permasalahannya dari dirinya dulu, tak perlu mencari-cari penyebab kesalahan kemana-mana, tentunya tidak akan menguras tenaga, energi, dan buang-buang waktu. Selain itu juga, terkadang kebiasaan menuding orang lain tidak jarang akan menimbulkan perpecahan karena tidak ada yang mau mengaku salah. Jadi, carilah penyebab masalah dari diri sendiri, dan berhenti menuding orang lain atua mencari kambing hitam.

Hikmah terakhir adalah selalu introspeksi diri. Amat nyata kerugian bagi yang tidak introspeksi diri. Contohnya, bau badan, bila disadari lebih dahulu oleh si empunya badan, tentu dia akan langsung memakai deodorant untuk menghilangkan bau. Jadi, dia tidak perlu ditegur oleh orang lain karena tidak terlanjur tercium baunya. Akan tetapi, bila dintrospeksi oleh orang lain, bukanlah sesuatu yang merugi. Kuncinya adalah menerima dan mengucapkan terima kasih karena telah dikoreksi.

Itulah beberapa hikmah dari cuplikan kehidupan kita di dunia. Setiap apa yang menimpa diri kita, hendaknya senantiasa disikapi dengan bijak dan ikhlas.

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

1 komentar:

sepatu kerja mengatakan...

artikel yang mengingatkan saya tentang muhasabah diri,syukran jazilan

Posting Komentar

 

Rumah Kata Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha